Ciri-ciri Si Kecil Jadi Korban Kekerasan

Ada artikel bagus di Kompas, gue co-pas disini ya…

————————————————————————-

Rabu, 12 November 2008  09:50 WIB

Bukan perkara gampang mendeteksi kekerasan pada anak. Namun dengan kejelian dan komunikasi terbuka, orang tua dengan mudah dapat melakukannya.

Kekerasan pada anak, menurut psikolog dari LPT UI (Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia), Muhammad Rizal, Psi, dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni kekerasan fisik (KF) dan kekerasan non-fisik (KNF). Kekerasan Fisik adalah tindakan yang bertujuan melukai, menyiksa menganiaya, atau memperlakukan anak secara kasar. Tindakan tersebut bisa dilakukan menggunakan anggota tubuh seperti tangan dan kaki, atau lewat bantuan alat-alat lain.

Menurut Ical, salah satu cara termudah untuk mendeteksi ada tidaknya kekerasan pada anak adalah dengan memonitor perilaku dan sikapnya. Cara ini sangat efektif mengingat kemampuan berkomunikasi anak batita sangat terbatas. Batita awal, contohnya, manalah bisa diharapkan mampu menuturkan kejadian buruk yang dialaminya dengan lancar, jelas, dan lengkap. Jadi, nyaris merupakan kesia-siaan bila orang tua ngotot mengorek pengalaman kekerasan yang dialami si anak batita. Terlebih bila benar anak menerima ancaman dari si pelaku.

Berikut beberapa tanda yang menurut Ical bisa dijadikan acuan bagi orang tua saat berusaha mendeteksi kekerasan pada anak:

* Agresif
Sikap agresif biasanya ditujukan anak kepada pelaku tindak kekerasan. Sikap agresif ini umumnya akan ditunjukkan saat anak merasa ada orang yang bisa melindungi dirinya. Saat ayah/ibu ada di rumah, anak langsung memukul atau melakukan tindakan agresif terhadap si pengasuh. Namun orang tua perlu hati-hati karena tidak semua sikap ini menunjukkan bahwa anak telah mengalami tindak kekerasan. Anak yang sedang dalam masa agresif, bisa saja ingin menunjukkan kepada orang tuanya mengenai sikap agresifnya.

* Cengeng
Cengeng atau rewel umumnya dilakukan saat anak kehilangan figur yang bisa melindunginya. Dalam situasi seperti itu anak merasa tidak aman. Contohnya, begitu ditinggal bekerja ibu-bapaknya, anak korban kekerasan akan selalu menangis meraung-raung. Lagi-lagi ciri ini juga tidaklah mutlak. Boleh jadi anak cengeng karena memang amat lengket dengan orang tuanya. Ia tidak ingin kehilangan atau jauh dari figur terdekatnya. Orang tua perlu mencek faktor-faktor lain untuk membuktikan ada tidaknya faktor kekerasan pada anak.

* Bersedih dan Depresi
Tindak kekerasan bisa membuat anak terpuruk pada kondisi depresi. Hal ini bisa dilihat dari sikap anak yang berubah drastis, semisal anak jadi memiliki gangguan tidur dan makan, tak jarang disertai penurunan berat badan secara mencolok dan menarik diri dari lingkungan yang menjadi sumber trauma. Sikapnya berubah menjadi pendiam serta anak terlihat kurang ekspresif.

Gali Informasi

Memang tidak semua ciri yang disebutkan di atas pasti merupakan akibat kekerasan yang dialami anak oleh orang terdekatnya. Untuk membuktikannya, orang tua perlu menggali informasi lebih dalam dari si anak dan pengasuh. Tanyakan kepada si anak terlebih dahulu, “Kok tangan kamu bengkak, Dek?”

Agar anak bisa menjawab dengan tenang, orang tua harus bisa mengupayakan tempat yang nyaman seperti di kamar tidur atau di luar rumah. Dalam kondisi demikian, anak biasanya akan menjawab pertanyaan itu dengan santai dan jujur. Meski mungkin anak akan memberikan jawaban dengan sedikit kata dan banyak isyarat tubuh tentang luka di tubuhnya.

Jika si anak sudah bisa menjawab pertanyaan, atau bahkan tidak bisa menjawab sama sekali, orang tua bisa mengorek informasi dari orang sekitar yang saat itu berada dekat dengan anak. Jika cara ini juga tidak berhasil, orang tua bisa menanyakan langsung pada si pengasuh. Bila perlu, berikan jaminan Anda tidak akan memecatnya jika ia mau berterus terang.

Dengan cara itu, diharapkan dia bisa menceritakan kejadian dengan sebenar-benarnya. Pengasuh yang baik pastinya akan berterus terang menceritakan peristiwa apa pun yang menimpa anak asuhnya. Ia tidak akan menutup-nutupi, bahkan langsung melaporkan saat majikannya datang. Misal, “Bu tadi Adek jatuh dari mainan kuda-kudaan. Tangannya lecet dan saya sudah menetesinya dengan obat luka.”

Saeful Imam (www.kompas.com)

Sumber : NAKITA

3 Responses so far »

  1. 1

    dina050 said,

    Bener nih, sebisa mungkin dikondisiin supaya pengasuh gak takut untuk ngelaporin kejadian yang dialamin sama anak; jatuh, tangan kejepit, dll. Misalnya dengan gak dimarahin waktu pengasuh ngelaporin kejadian, walaupun itu sedikit banyak kesalahan pembantu juga, karena lalai, mungkin.

    Dengan kaya gitu kita bisa lebih antisipasi kalo sama keadaan anak. Karna bukan gak mungkin akibat kecelakaan kecil tadi, anak kena masalah yang lebih serius yang gak diperhatiin sama pengasuh.

  2. 2

    devinstudio said,

    untuk menghilangkan trauma atau dampaknya bagaimana setelah dewasa?

  3. 3

    anakuya said,

    Trauma ditentukan oleh daya tahan anak dalam menghadapi masalah dari luka yang dirasakan. Bila kekerasan yang dialami anak masih memberikan dampak yang negatif sampai dia dewasa, berarti daya tahan psikologisnya lemah dalam menghadapi suatu trauma. Saran saya, konsultasi dengan psikolog/psikiater tergantung dari tingkat trauma/depresinya.


Comment RSS · TrackBack URI

Leave a comment