Archive for August, 2008

KENALI WARNA DAN BENTUK FESES BAYI

Frekuensi yang sering bukan berarti pencernaannya terganggu. Waspadai bila warnanya putih atau disertai darah. Kegiatan buang air besar pada bayi kadang membuat khawatir orang tua. Warna, bentuk dan polanya yang berbeda dengan orang dewasa inilah yang kerap menimbulkan kecemasan. Sebelum kita menjadi cemas, berikut penjelasan dr. Waldi Nurhamzah, Sp.A, tentang feses bayi.

WARNA

Umumnya, warna-warna tinja pada bayi dapat dibedakan menjadi kuning atau cokelat, hijau, merah, dan putih atau keabu-abuan. Normal atau tidaknya sistem pencernaan bayi, dapat dideteksi dari warna-warna tinja tersebut.

Kuning
Warna kuning diindikasikan sebagai feses yang normal. Kata Waldi, warna feses bayi sangat dipengaruhi oleh susu yang dikomsumsinya. “Bila bayi minum ASI secara eksklusif, tinjanya berwarna lebih cerah dan cemerlang atau didominasi warna kuning, karenanya disebut golden feces. Berarti ia mendapat ASI penuh, dari foremilk (ASI depan) hingga hindmilk (ASI belakang).” Warna kuning timbul dari proses pencernaan lemak yang dibantu oleh cairan empedu. Cairan empedu dibuat di dalam hati dan disimpan beberapa waktu di dalam kandung empedu sampai saatnya dikeluarkan. Bila di dalam usus terdapat lemak yang berasal dari makanan, kandung empedu akan berkontraksi (mengecilkan ukurannya) untuk memeras cairannya keluar. Cairan empedu ini akan memecah lemak menjadi zat yang dapat diserap usus. Sedangkan bila yang diminum susu formula, atau ASI dicampur susu formula, warna feses akan menjadi lebih gelap, seperti kuning tua, agak cokelat, cokelat tua, kuning kecoklatan atau cokelat kehijauan.

Hijau
Feses berwarna hijau juga termasuk kategori normal. Meskipun begitu, warna ini tidak boleh terus-menerus muncul. “Ini berarti cara ibu memberikan ASI-nya belum benar. Yang terisap oleh bayi hanya foremilk saja, sedangkan hindmilk-nya tidak.” Kasus demikian umumnya terjadi kalau produksi ASI sangat melimpah. Di dalam payudaranya, ibu memiliki ASI depan (foremilik) dan ASI belakang (hindmilk). Pada saat bayi menyusu, ia akan selalu mengisap ASI depan lebih dulu. Bagian ini mempunyai lebih banyak kandungan gula dan laktosa tapi rendah lemak. Sifatnya yang mudah dan cepat diserap membuat bayi sering lapar kembali. Sedangkan, ASI belakang (hindmilk) akan terisap kalau foremilk yang keluar lebih dulu sudah habis. Hindmilk mengandung banyak lemak. “Lemak ini yang membuat tinja menjadi kuning.” Nah, kalau bayi hanya mendapat foremilk yang mengandung sedikit lemak dan banyak gula, kadang-kadang terjadi perubahan pada proses pencernaan yang akhirnya membuat feses bayi berwarna hijau. Bahkan sering juga dari situ terbentuk gas yang terlalu banyak (kentut melulu), sehingga bayi merasa tak nyaman (kolik). Mestinya yang bagus itu tidak hijau terus, tapi hijau kuning, hijau dan kuning, bergantian. “Ini berarti bayi mendapat ASI yang komplet, dari foremilk sampai hindmilk supaya kandungan gizinya komplet. Nah, ibu harus mengusahakan agar bayinya mendapat foremilk dan hindmilk sekaligus.” Sayangnya, disamping ASI, ibu juga kerap memberikan tambahan susu formula. Sebelum proses menyusunya mencapai hindmilk, anak sudah terlanjur diberi susu formula hingga kenyang. Akibatnya, ia hanya mendapat ASI foremilk saja. Waldi menyarankan, “Berikan ASI secara eksklusif. Perbaiki penatalaksanaan pemberiannya agar bayi bisa mendapat foremilk dan hindmilk.” Kiatnya mudah; susui bayi dengan salah satu payudara sampai ASI di situ habis, baru pindah ke payudara berikutnya.

Merah
Warna merah pada kotoran bayi bisa disebabkan adanya tetesan darah yang menyertai. Namun dokter tetap akan melihat, apakah merah itu disebabkan darah dari tubuhnya sendiri atau dari ibunya. Jika bayi sempat mengisap darah ibunya pada proses persalinan, maka pada fesesnya akan ditemukan bercak hitam yang merupakan darah. Umumnya bercak itu muncul selama satu sampai tiga hari. “Jadi, tinggal dites saja, asalnya dari mana? Dari darah ibu atau darah bayi.” Bila darah itu tetap muncul pada fesesnya (bisa cair ataupun bergumpal), dan ternyata bukan berasal dari darah ibu, maka perlu diperiksa lebih lanjut. Kemungkinannya hanya dua, yaitu alergi susu formula bila bayi sudah mendapatkannya, dan penyumbatan pada usus yang disebut invaginasi. Dua-duanya butuh penanganan. Kalau ternyata invaginasi, bayi harus segera dioperasi. “Darah ini sangat jarang berasal dari disentri amuba atau basiler, karena makanan bayi, kan, belum banyak ragamnya dan belum makan makanan yang kotor.” Kalau penyakitnya serius, biasanya bayi juga punya keluhan lain, seperti perutnya membuncit atau menegang, muntah, demam, rewel dan kesakitan.

Putih/Keabu-abuan
Waspadai segera jika feses bayi yang baru lahir berwarna kuning pucat atau putih keabu-abuan. Baik yang encer ataupun padat. Warna putih menunjukkan gangguan yang paling riskan. Bisa disebabkan gangguan pada hati atau penyumbatan saluran empedu. “Ini berarti cairan empedunya tidak bisa mewarnai tinja, dan ini tidak boleh terjadi karena sudah ‘lampu merah’.” Waldi menegaskan, bila bayi sampai mengeluarkan tinja berwarna putih, saat itu juga ia harus dibawa ke dokter. Jangan enundanya sampai berminggu-minggu karena pasti ada masalah serius yang harus diselesaikan sebelum bayi berumur tiga bulan. Sebagai langkah pertama, umumnya dokter akan segera melakukan USG pada hati dan saluran empedunya. “Yang sering terjadi, ibu terlambat membawa bayinya. Dipikirnya tinja ini nantinya akan berubah. Padahal kalau dibiarkan, dan bayinya baru dibawa ke dokter sesudah berumur di atas tiga bulan, saat itu si bayi sudah tidak bisa diapa-apakan lagi karena umumnya sudah mengalami kerusakan hati. Pilihannya tinggal transplantasi hati yang masih merupakan tindakan pengobatan yang sangat mahal di Indonesia.”

BENTUK

Feses bayi di dua hari pertama setelah persalinan biasanya berbentuk seperti ter atau aspal lembek. Zat buangan ini berasal dari pencernaan bayi yang dibawa dari kandungan. Setelah itu, feses bayi bisa bergumpal-gumpal seperti jeli, padat, berbiji/seeded dan bisa juga berupa cairan. Feses bayi yang diberi ASI eksklusif biasanya tidak berbentuk, bisa seperti pasta/krem, berbiji (seeded), dan bisa juga seperti mencret/cair. Sedangkan feses bayi yang diberi susu formula berbentuk padat, bergumpal-gumpal atau agak liat dan merongkol/bulat. Makanya bayi yang mengonsumsi susu formula, kadang suka bebelan (susah buang air besar, Red), sedangkan yang mendapat ASI tidak. Bila bayi yang sudah minum susu formula mengeluarkan feses berbentuk cair, hal itu perlu dicurigai. “Bisa jadi si bayi slergi terhadap susu formula yang dikonsumsinya atau susu itu tercemar bakteri yang mengganggu usus.” Kesulitan mendeteksi normal tidaknya feses akan terjadi bila ibu memberikan ASI yang diselang-seling susu formula. Misalnya, akan sulit menentukan apakah feses yang cair/mencret itu berasal dari ASI tau susu formula. “Kalau mencretnya karena minum ASI, ini normal-normal saja karena sistem pencernaannya memang belum sempurna. Tetap susui bayi agar ia tidak mengalami dehidrasi. Tapi bila mencretnya disertai keluhan demam, muntah, atau keluhan lain, dan jumlahnya sangat banyak serta mancur, berarti memang ada masalah dengan bayi. Ia harus segera dibawa ke dokter.

FREKUENSI

Masalah frekuensi sering mencemaskan ibu, karena frekuensi BAB bayi tidak sama dengan orang dewasa. Kalau ibu mungkin sehari cuma sekali, jadi kalau anaknya sampai lima kali sehari, ini sudah membuat cemas.” Padahal frekuensi BAB setiap bayi berbeda-beda. Bahkan, bayi yang sama pun, frekuensi BAB-nya akan berbeda di minggu ini dan minggu depannya. “Itu karena bayi belum menemukan pola yang pas. Umumnya di empat atau lima minggu pertama, dalam sehari bisa lebih dari lima kali atau enam kali. Enggak masalah, selama pertumbuhannya bagus.” Bayi yang minum ASI eksklusif, sebaliknya bisa saja tidak BAB selama dua sampai empat hari. Bahkan bisa tujuh hari sekali. Bukan berarti ia mengalami gangguan sembelit, tapi bisa saja karena memang tidak ada ampas makanan yang harus dikeluarkan. Semuanya dapat diserap dengan baik. Feses yang keluar setelah itu juga harus tetap normal seperti pasta. Tidak cair yang disertai banyak lendir, atau berbau busuk dan disertai demam dan penurunan berat badan bayi. “Jadi yang penting lihat pertumbuhannya, apakah anak tidak rewel dan minumnya bagus. Kalau tiga hari belum BAB, dan bayinya anteng-anteng saja, mungkin memang belum waktunya BAB.”

 Sumber : Ayahbunda – Online

Leave a comment »

Resep Makanan untuk Anak

Di bawah ada link resep makanan buat si kecil… Let’s cook!

  1. http://littlegastronomy.blogspot.com/
  2. http://resep-balita.blogspot.com/
  3. http://www.mail-archive.com/ayahbunda-online@yahoogroups.com/msg04331.html
  4. http://www.sahabatnestle.co.id/dapur.aspx
  5. http://www.resepnugraha.net/resep/kids_anak12tahun.html

Leave a comment »

Risiko Tinggi Tidur Bersama Bayi

Tidur bersama bayi, buah hati, bagi kebanyakan orang tua boleh jadi merupakan sebuah kebahagiaan. Namun, sebuah penelitian di Glasgow University, mengungkapkan hal yang mengejutkan. Bayi yang tidur bersama dengan orang tuanya, menurut penelitian itu, berisiko tinggi mengalami cot death atau meninggal secara mendadak.

Selain itu, tertidur bersama bayi saat di sofa juga meningkatkan risiko cot death,” ujar Dr John McClure, chairman Scottish Cot Death Trust, demikian sumber idi menyebutkan. Saran itu tetap berlaku juga bagi ibu yang menyusui dan orang tua yang tidak merokok.

Tidur dengan bayi hanya boleh dilakukan ketika memberi makan atau meninabobokkan. ”Orang tua seharusnya tidak tidur dengan bayinya,” imbuh McClure. Tidak tidur dengan bayi, harus dilakukan pada tiga bulan pertama kelahiran. Selain itu, ia juga mengingatkan agar orang tua jangan sampai jatuh tertidur saat menggendong bayi di bangku. ”Saat anda mulai mengantuk, letakkan bayi di tempat tidurnya,” saran McClure.

Penelitian yang dilakukan Glasgow University berlangsung sepanjang tahun 1996 hingga 2000. Selama penelitian ini, pihak Scottish Cot Death Trust bertindak sebagai penyandang dana. Data penelitian, seperti dikutip BBC, didapat melalui penuturan 123 orang tua yang bayinya meninggal akibat cot death. ”Bayi yang umurnya di bawah 11 minggu dan tidur bersama orang tuanya memiliki risiko lebih tinggi mengalami cot death,” papar McClure mengungkapkan hasil penelitian.

Risiko cot death atau sudden infant death syndrome tidak berubah meski orang tua si kecil tidak merokok. Asupan Air Susu Ibu juga tak membuat bayi lebih tahan terhadap cot death. ”Temuan ini memberitahukan betapa besar risiko terjadinya meninggal mendadak pada bayi.” Pada enam bulan pertama, lanjut McClure, bayi semestinya tidur di boks bayi di kamar orang tuanya. Jika orang tua merokok, bayi tidak boleh tidur sekamar. ”Begitu pula kalau orang tuanya mengonsumsi alkohol atau sedang terlampau letih.”

Misterius

McClure mengungkapkan sebelum penelitian teranyar ini dilansir, cot death diduga hanya berpotensi terjadi pada bayi yang tidur dengan orang tua perokok. Kini, orang tua diminta untuk lebih berhati-hati mengingat penyebab cot death masih misterius. ”Jangan pernah tertidur saat mendekap bayi, meski sambil duduk sekalipun,” cetusnya. Meninggal secara mendadak umum dijumpai pada bayi yang baru berusia satu hingga empat bulan. 90 persen kasus menimpa bayi di berumur dibawah enam bulan. Kendati demikian, risiko cot death masih diperhitungkan hingga bayi genap setahun.

Cot death kerap terjadi, namun tidak selalu, pada waktu bayi tertidur. Biasanya, antara pukul 10 malam hingga 10 pagi, jam-jam tidur panjang. Meninggal mendadak lebih sering terjadi saat musim dingin. Risiko terjadinya cot death bisa dihindari dengan membiarkan bayi tidur terlentang, tidak membiarkannya kepanasan, menghindari tertutupnya kepala bayi, dan menanggalkan kebiasaan merokok bagi kedua orang tua. ”Cot death tak bisa dihindari tetapi risikonya bisa diperkecil,” tegas McClure. (cy)

Quoted from : Perempuan.com

Comments (2) »